Thursday, October 21, 2021

 





SAMBUTAN

KETUA YAYASAN RIFA’IYAH/PENGASUH PONPES ISHLAHUL MUTAALLIMIN

PADA UPACARA HARI SANTRI NASIONAL TAHUN 2021

TANGGAL 22 OKTOBER 2021

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله الذى هدانا لهذا, وما كنا لنهتدى لولا أن هدانا الله, وأشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه اجمعين أما بعد :

·     YTH. KEPALA-KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PIMPINAN PONDOK PESANTREN DALAM LINGKUNGAN YAYASAN RIFA’IYAH ARJAWINANGUN

·     YTH. PARA USTADZ DAN USTADAH, PARA GURU DAN STAF PENGAJAR

·     YTH. PARA UNDANGAN

·     SANTRIWAN, SANTRIWATI, SISWA, SISWI DAN ANAK-ANAK DTA, TPQ DAN PAUD YANG KAMI BANGGAKAN

·     HADIRIN DAN HADIRAT RAHIMAKUMULLAH

TERLEBIH DAHULU MARILAH KITA PANJATKAN PUJI SYUKUR KE HADIRAT ALLAH SWT ATAS LIMPAHAN NIKMATNYA YANG TERCURAH KEPADA KITA SEKALIAN, TERUTAMA PADA HARI INI KITA DAPAT MENGIKUTI UPACARA HARI SANTRI NASIONAL TAHUN 2021 DALAM KEADAAN SEHAT WAL-AFIAT. SHALAWAT SERTA SALAM SEMOGA TETAP TERCURAH KEPADA JUNJUNGAN KITA NABI MUHAMMAD SAW BESERTA KELUARGA DAN SHAHABATNYA, DAN JUGA KEPADA PARA PENGIKUTNYA YANG SETIA HINGGA AKHIR ZAMAN. AMIN YA RABBAL ALAMIN.

·     HADIRIN YANG KAMI HORMATI

PADA HARI INI KITA MENGADAKAN UPACARA PERINGATAN HARI SANTRI NASIONAL DENGAN TUJUAN UNTUK MENGENANG JASA PARA SANTRI DALAM PERJALANAN SEJARAH BANGSA INDONESIA. PARA SANTRI BERSAMA-SAMA DENGAN PARA KIAI SEMENJAK MASA PENJAJAHAN HINGGA MASA KEMERDEKAAN SELALU BERJUANG UNTUK BANGSA DAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. BAHKAN PENDIRI NEGERI INI ADALAH PARA KYAI BERSAMA DENGAN TOKOH-TOKOH NASIONALIS LAINNYAMENDEKLARASIKAN INDONESIA MERDEKA PADA TANGGAL 17 AGUSTUS 1945. BERIKUTNYA MUNCUL RESOLUSI JIHADDARI HADRATUSY-SYAIKH HASYIM ASY’ARY UNTUK MENGGERAKKAN PARA SANTRI DAN PARA KYAI SELURUH PULAU JAWA UNTUK BERPERANG MEMPERTAHAN KEMERDEKAAN INDONESIA.SANTRI-SANTRI DARI PELOKSOK TANAH AIR, TERMASUK DARI JAWA BARAT BERGERAK MENUJU SURABAYA. PASUKAN HIZBULLAH DARI GARUT, SUKABUMI, TASIKMALAYA DAN LAIN-LAIN BERKUMPUL DI BUNTET CIREBON MENUNGGU KOMANDO DARI KYAI ABBAS. DAN SANTRI-SANTRI YANG SUDAH DATANG KE JAWA TIMUR BERKUMPUL DI TEMPAT KYAI HASYIM SELAKU KOMANDAN TERTINGGI, BELIAU MEMBERI PERINTAH AGAR SEMUA PASUKAN MENUNGGU ROMOBONGAN KYAI ABAS DARI BUNTET CIREBON, BARU BERGERAK MENUJU SURABAYA.

PEKIK TAKBIR, ALLAHU AKBAR,SEBAGAI TANDA DIMULAINYAPERANG MENGGEMA DI MANA-MANA. SEBAGAI PUNCAKNYA TERJADI PERTEMPURAN HEROIK DI SURABAYA PADA TANGGAL 10 NOVEMBER 1945. BANYAKLAH SANTRI DAN KYAI YANG GUGUR MENJADI SYUHADA SEHIGGA HARI ITU DITETAPKAN SEBAGAI HARI PAHLAWAN NASIONAL.

·     HADIRIN YANG KAMI HORMATI

PERINGATAN HARI SANTRI NASIONAL SEKARANG MENGAMBIL TEMA : SANTRI SIAGA JIWA RAGA. TEMA INI MERUPAKAN PERNYATAANSIKAP SANTRIINDONESIAYANG SELALUSIAPSIAGAMENYERAHKANJIWADANRAGABTAUNTUK MEMBELA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA, MEMPERTAHANKAN KESATUAN DAN PERSATUAN BANGSA, SERTA MEWUJUDKAN PERDAMAIANDUNIA.

SIAGA JIWA BERARTI SANTRI TIDAK PERNAH LENGAH MENJAGA DIRI, SELALU BERPEGANG TEGUH PADA AKIDAH, DAN NILAI-NILAI AKHLAK, SERTA AJARAN ISLAM YANG RAHMATAN IIL’AIAMIN.APABILA DAHULU JIWA SANTRI SELALU SIAP DAN BERANI MAJU UNTUK MEREBUTSERTA MEMPERTAHANKANKEMERDEKAANINDONESIA,MAKAHARIINI SANTRI TIDAK AKAN PERNAH MEMBERIKAN CELAH MASUKNYA ANCAMAN IDEOLOGI YANG DAPAT MERUSAK KESATUAN DAN PERSATUAN INDONESIA.SIAGA RAGA BERARTI TENAGA, PIKIRAN, DAN KARYA-KARYA SANTRI SEMUA DIDEDIKASIKAN UNTUK INDONESIA. OLEH KARENA ITU, SANTRI TIDAK PERNAH LELAH DALAM BERUSAHA DAN BERKARYA UNTUK MENGISI KEMRDEKAAN INDONESIA.

YAYASAN RIFAIYAH ARJAWINANGUN TURUT BERJUANG MENGISI KEMERDEKAAN DENGAN MENDIRIKAN LEMBAGA PENDIDIKAN, DAKWAH DAN SOSIAL, MULAI DARI MAJELIS TA’LIM, HALAQAH KAJIAN ISLAM, PONDOK PESANTREN ISHLAHUL MUTAALLIMIN, PONDOK PESANTREN ISHLAHUL BANAT, TPQ, MDTA, PAUD, SMP, SMK, DAN INSYA ALLAH TAHUN DEPAN MENDIRIKAN SD ISLAM TERPADU YANG MENGGABUNGKAN SISTEM SALAF DAN MODERN.

·     HADIRIN YANG KAMI HORMATI

PARA PEJUANG DAHULU SETELAH SELESAI BERJUANG PISIK SEGERA KEMBALI KE PESANTREN UNTUK MENGISI KEMERDEKAAN MELALUI PENDIDIKAN, DAKWAH DAN SOSIAL. BANYAKLAH TOKOH-TOKOH NASIONAL PASCA KEMERDEKAAN YANG LAHIR DARI PESANTREN, SEPERTI KH WAHID HASYIM, KH ABDURRAHMAN WAHID, KH MA’RUF AMIN, DAN MASIH BANYAK LAGI YANG LAINNYA. SIFAT-SIFAT PESANTREN DARI DULU SEBELUM MERDEKA HINGGA SEKARANG ADALAH SAMA, YAITU SEBAGAI LEMBAGA SWASTA MURNI, DIBANGUN OLEH SWADAYA MASYARAKAT DAN DIBIAYAI OLEH MASYARAKAT TANPA CAMPUR TANGAN PEMERINTAH. BARULAH SEKARANG PESANTREN MENDAPAT PERHATIAN DARI PEMERITAH. MULAI DARI LAHIRNYA KEPRES NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG HARI SANTRI NASIONAL, KEMUDIAN LAHIR UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2019 TENTANG PESANTREN, DAN TERAKHIR PERATURAN PRESIDEN NOMOR 82 TAHUN 2021 TENTANG PENDANAAN PENYELENGGARAAN PESANTREN. DENGAN LAHIRNYA PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN INI LEMBAGA PESANTREN BARU MENDAPAT PERHATIAN DARI PEMERINTAH,MULAI TAHUN KEMARIN PESANTREN MENDAPAT BANTUAN BIAYA OPERASIONAL DARI PEMERINTAH, TERMASUK LEMABAG-LEMBAGA PERIBADATAN SEPERTI MASJID DI KOTA DAN DESA DENGAN SYARAT TERDAFTAR DI KEMENTERIAN AGAMA. KITA BERHARAP SEMOGA PESANTREN KE DEPAN MENDAPAT PERHATIAN LEBIH BESAR DARI PEMERINTAH SESUAI DENGAN JASA-JASA PESANTREN UNTUK BANGSA DAN NEGARA SEPANJANG SEJARAHNYA.

·     HADIRIN YANG KAMI HORMATI

YANG TERAKHIR KAMI INGIN MENYAMPAIKAN PESAN KEPADA PARA USTADZ, GURU, SANTRI DAN SISWA BERSAMA-SAMA DENGAN ELEMEN MASYARAKAT YANG LAIN,AGAR TETAP MENJAGA KERUKUNAN UMAT DAN KERUKUNAN BANGSA SERTA WAJIB MENJAGA NKRI SEBAGAI KARUNIA ALLAH DAN AMANAT BANGSA YANG BESAR YANGWAJIB DIJAGA UNTUK SELAMA-LAMANYA.PARA SANTRI, USTADZ SERTA GURUBESERTA MASYARAKAT WAJIB MENOLAK RADIKALISME DAN WAJIB MENOLAK TERORISME, BAIK BERSIFAT IDOLOGIS MAUPUN TINDAKAN ANARKIS. SANTRI SIAGA JIWA RAGA UNTUK INDONESIA.

BILLAHIT TAUFIQ WALHIDAYAH

WASSALAMU’ALAIKUM WR.WB.

                        TTD.

H.  MUKHLISIN MUZARIE

 

Monday, February 26, 2018

RIFA’IYAH ISLAM LUGAS BERMARTABAT



RIFA’IYAH
ISLAM LUGAS BERMARTABAT

A.   PENGERTIAN
Konsep Islam Lugas dan Bermartabat yang dijadikan Tema Muktamar Rifa’iyah ke-9 Tahun 2018 adalah sama dengan konsep Islam Wasathiyah yang dijadikan tema Musyawarah Nasional MUI ke-9, dan sama dengan sebelumnya dalam Muktamar Nahdlatul Ulama disebut Islam Nusantara dan dalam Musyawarah Nasional Muhammadiyah disebut Islam Berkemajuan, semuanya memiliki visi yang sama.
Visi Islam Wasathiyah adalah prinsip jalan tengah, jalan lurus dan moderat, la syarqiyyata wa la gharbiyyah, Islam yang ramah dan santun, serta menolak segala bentuk ekstrimisme dan radikalisme. Islam Nusantara adalah Islam yang toleran, dan Islam Berkemajuan adalah Islam yang berperadaban. Sementara Islam Lugas Bermatabat adalah Islam yang lugu dan mulia, ajarannya sederhana tetapi lengkap, mencakup semua aspek kehidupan, mudah diterima dan mudah diamalkan, ramah, dan toleran.
Islam Lugas Bermartabat dicetuskan dalam tema Muktamar Rifa’iyah ke-9 merupakan kristalisasi dari pandangan KH Ahmad Rifa’ie yang tertuang dalam kitab-kitabnya yang ditulis dalam bahasa Jawa huruf pegon dan diamalkan oleh santri Rifa’iyah hingga sekarang.
Islam Lugas Bermartabat juga sekaligus sebagai sikap tegas dari warga Rifa’iyah dalam menampik faham-faham dan gerakan yang eksklusif, intoleran, rigid, berpandangan sempit, suka mengkafir-kafirkan dan memusyrik-musyrikan orang lain. Faham-faham demikian berpotensi munculnya Islam ekstrim dan Islam radikal yang menghalalkan darah dan perampasan harta serta melegalkan pembunuhan.
Islam Lugas Bermartabat adalah Islam yang dapat mewujudkan perubahan umat menuju yang lebih baik (khairu ummah) tanpa menggunakan kekerasan, tetapi memberikan keteladanan yang baik (uswah hasanah) dengan cirri-ciri sebagai berikut :
1.   (الاعتدال)             : Islam lugu, jejeg, sederhana, apa adanya, tidak berlebihan dan tidak berbelit-belit;
2.  (الكامل)                : Islam memberikan petunjuk lengkap, meliputi hubungan dengan Khaliq (hablun minallah) dan hubungan dengan sesama makhluq (hablun minannas wa hablun minal ‘alam);
3. (الشامل)               : Islam mencakup pokok-pokok keimanan, pokok-pokok ibadah, dan pokok-pokok mu’amalah dan mu’asyarah  menuju keselamatan dunia dan akhirat (لسعادة الدارين);
4.  (الدين يسر)           : Islam mudah difahami dan mudah diamalkan oleh seluruh lapisan masyarakat, baik kaum terpelajar maupun awam, miskin maupun kaya, pejabat maupun rakyat biasa;
5.  (رحمة للعالمين)      : Islam yang ramah dan santun, tidak ada pemaksaan dan tidak ada tindak kekerasan;
6.  (التسامح)              : Islam toleran, menghormati sesama penganut agama dan kepercayaan, tidak saling mencela atau menyalahkan;
7.  (يعلو ولايعلى عليه) : Islam bermartabat, Islam yang luhur dan mulia, Islam yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.

 B.      AYAT DAN HADITS SEBAGAI SUMBER INSPIRASI
1.      QS Ali Imran, 3 : 19 :¨
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.
2.   QS Ar-Rum, 30 : 30 :
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
3.      Hadits riwayat Imam Al-Baihaqi dari Abu Hurarirah ra :
الدين يسر, ولن يغالب الدين أحد إلا غلبه – رواه البيهقى وروى البخارى بلفظ إن الدين الخ
Agama itu mudah, dan seseorang tidak akan memperberat agama kecuali menjadi berat baginya (HR Al-Baihaqi, dan Imam Al-Bukhari menyebutkannya dengan ungkapan kalimat : sesungguhnya agama, dst.) dan dalam suatu riwayat menggunakan kalimat (ولن يشاد) dan tidak akan memperberat (Muhammad Abdurrauf Al-Manawie, Faidlul Kabir, 3 : 682-683)
Yang dimaksud dalam hadits bahwa agama dibangun di atas kemudahan (al-tashil) dan ringan (al-tahfif) seperti dijelaskan dalam QS Al-A’raf, 7 : 157 :
(Yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka[1]. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
[1] Maksudnya: dalam syari'at yang dibawa oleh Muhammad itu tidak ada lagi beban-beban yang berat yang dipikulkan kepada Bani Israil. Umpamanya: mensyari'atkan membunuh diri untuk sahnya taubat, mewajibkan kisas pada pembunuhan baik yang disengaja atau tidak membolehkan membayar diat, memotong anggota badan yang melakukan kesalahan, membuang atau menggunting kain yang kena najis.
4.    Hadits riwayat Imam Bukhari, Muslim, Ahmad dan Nasa’ie dari Anas ra :
يسروا ولا تعسروا وبشروا ولاتنفروا – رواه البخارى ومسلم واحمد والنسائى
Permudahlah kalian dan jangan mempersukar, dan berilah kabar gembira, dan janganlah kalian membuat lari (HR Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah). Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asya’ari pada saat dirinya bersama Mu’adz bin Jabal diutus untuk berdakwah ke negeri Yaman dengan menggunakan dhamir tatsniyah dan tambahan kalimat :
وتطاوعا ولاتختلفا
Dan berbuat baiklah dengan suka rela, dan janganlah perselisihan
Al-Kirmani dan lain-lain memberikan komentar bahwa hadits tersebut termasuk ungkapan kalimat yang simple tetapi mempunyai makna yang mencakup (min jawami’il halim) karena mencakup urusan dunia dan akhirat, dunia merupakan negeri untuk beramal sedangkan akhirat negeri untuk memperoleh hasilnya, maka Rasulullah SAW memberipakan perintah bahwa untuk mencapai kebahagiaan dunia hendaknya dipermudah sedangkan yang berhubungan dengan akhirat hendaknya diberi janji-janji memperoleh kebaikan dan diberi khabar gembira (Muhammad Abdurrauf Al-Manawie, Faidlul Kabir, 6 : 568-569)






A.   ISLAM LUGAS :
LUGAS (JW) ARTINYA (1) SAHAJA, APA ADANYA, SEDERHANA, LUGU, (2) MENGENAI YANG POKOK-POKOK, YANG PERLU, (3) OBYEKTIF.
SYEKH AHMAD RIFA’IE :
1.   MENAMPILKAN ISLAM APA ADANYA, SEDERHANA, DAN MENGGUNAKAN BAHASA DAN KALIMAT YANG MUDAH DIFAHAMI
2.   MENGAJARKAN ISLAM SECARA UTUH, MENCAKUP POKOK-POKOK KEIMANAN, POKOK-POKOK IBADAH, POKOK-POKOK MU’AMALAH, DAN POKOK-POKOK PERGAULAN (MU’ASYARAH).
3.   OBYEKTIF, BERDASARKAN AL-QUR’AN, AL-HADITS, DAN QAUL ULAMA, BUKAN BERDASARKAN PENDAPAT PRIBADI.
4.   DASAR AL-HADITS : HADITS RIWAYAT IMAM BAIHAQI DARI ABU HURAIRAH RA SESUNGGUHNYA NABI SAW BERSABDA :

B.   BERMARTABAT :
ARTINYA : LUHUR, MULIA, (MEMILIKI) DERAJAT, TINGKAT(AN), PANGKAT, GENGSI, HARGA DIRI.
MENEMPATKAN ISLAM SEBAGAI AGAMA YANG LUHUR DAN MULIA DAN KEHIDUPAN AKHIRAT DIJADIKAN SEBAGAI TUJUAN AKHIR DARI SEMUA AMAL DAN PENGORBANAN.
DASAR DARI AL-QUR’AN : QS ALI IMRAN, 3 : 19 :
19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

[189] Maksudnya ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al Quran.
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.
ISLAM ARTINYA SELAMAT (AL-SALAM), DAMAI (AL-SHULH). TUNDUK (AL-KHUDLU’). DAN PATUH (AL-INQIYAD).
QS AN-NISA, 4 : 125 ;
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.

Islam adalah agama yang luhur, yang lainnya tidak ada yang mengungguli (الاسلام يعلو ولا يعلى عليه)
C.   TUJUAN :
1.   AMRIH SAHE IMAN
2.   AMRIH SAHE IBADAH
3.   AMRIH RIZKI KANG HALAL
D.  CARA :
1.   MELAKSANAKAN KEWAJIBAN (NETEPI WAJIB)
2.   MENINGGALKAN LARANGAN (TINGGAL MAKSIAT)
3.   IKHLAS KARENA ALLAH SEMATA (AMANDENG MARING KANUGRAHANE ALLAH)
E.   DAKWAH AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH
MENDAKWAHKAN FAHAM AHLUSSUNNAH WAL-JAMAAH DALAM ARTI MENGIKUTI FAHAM IMAM ASY’ARI DAN MATURIDI DALAM ILMU TAUHID, MENGIKTI IMAM HANAFI, MALIKI, SYAFI’IE DAN HANBALI DALAM LMU FIKIH, DAN MENGIKUTI IMAM JUNAID DAN IMAM GHAZALI DALAM ILMU TASAWUF, SYEKH AHMAD RIFA’IE MENDAHULUI DAKWAH NAHDLATUL ULAMA (PROF. ABDUL JAMIL)
F.    GERAKAN PEMURNIAN
MENDAKWAHKAN KEMBALI KEPADA AL-QUR’AN DAN HADITS DAN PETUNJUK PARA ULAMA (ALIM ADIL) KEPADA MASYARAKAT JAWA YANG ANIMIS, DINAMIS DAN SINGKRITIS, SYEKH AHAMD RIFA’IE MENDAHULUI MUHAMMADIYAH (FAKTA HISTORIS).

G.     DAKWAH DAN PENDIDIKAN KH AHMAD RIFA.IE
1.      Jawa banget, tetapi bukan kejawen
2.      Nusantara banget, tetapi tidak sinkritis
3.      Reformatif banget, tetapi bukan wahabi


PERAN ULAMA, SANTRI DAN PELAJAR ATAU MAHASISWA DALAM MEMERANGI FAHAM RADIKALISME


PERAN ULAMA, SANTRI DAN PELAJAR ATAU MAHASISWA

DALAM MEMERANGI FAHAM RADIKALISME
Batang, 26 Februari 2018

                                                                                          
A.   PENDAHULUAN
Agama Islam memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk memahami dan menafsirkan ajaran-ajarannya secara luas, baik terkait teologi dan hukum maupun terkait akhlak dan tasawuf. Sebagai akibatnya muncul faham-faham dan aliran-aliran keagamaan yang beragam, mulai dari yang paling jumud yang pemikirannya terbelenggu oleh teks hingga yang paling liberal yang hampir melepaskan dan mengesankan penyimpangan dari dasar-dasar Islam.
Secara garis besar faham-faham keagamaan tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan yang ingin mempertahankan ajaran Islam persis seperti apa yang telah dipraktekan oleh Nabi SAW, golongan ini disebut fundamentalisme. Sedangkan yang kedua ialah golongan yang ingin menerapkan Islam di tengah-tengah masyarakat yang sudah berubah dan sudah maju seperti zaman yang sedang berjalan sekarang, golongan ini sangat terbuka merespon budaya dan kemajuan yang berkembang disebut liberalisme.
Dari kedua golongan tersebut selanjutnya timbul paham-paham yang beragam hingga tak terbatas dan masing-masing paham atau madzhab mengklaim bahwa hanya madzhabnya itu yang benar (‘ala hudan min rabbihim) sementara madzhab lainnya menyimpang (‘ala dlalalatin), sesat dan menyesatkan (dlallun mudlillun). Faham keagamaan yang demikian disebut fanatisme atau ta’ashshub fie al-madzhab.
Fanatisme madzhab tersebut merupakan penyebab konflik internal umat Islam, terutama dalam madzhab teologi seperti perselisihan masa klasik antara Mu’tazilah dan Qadariyah dengan Jabariyah, Murji’ah, Jahamiyah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Demikian pula perselisihan faham dalam madzhab fiqh (syari’ah dan hukum) seperti terjadi dalam madzhab Ahlussunnah (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah) dengan madzhab Syi’ah (Zaidiyah, Ja’fariyah) dan Dhahiriyah. Dalam madzhab tasawuf terjadi konflik antara madzhab Ahlussunnah (Al-Junaidi, Al-Ghazali) dengan madzhab hulul (Al-Halaj, Siti Jenar). Dan dalam madzhab siyasah (politik) terjadi konflik antara madzhab Sunie dan madzhab Syi’ie. Perselisihan madzhab siyasah (politik) berkembang lebih jauh ketika diimplementasikan ke dalam politik praktis, maka konflik tersebut bukan hanya antar golongan, syi’ie dan sunnie, tetapi menjalar antar kelompok, syi’ie dan syi’ie, sunnie dan sunnie, karena masing-masing mereka mendirikan partai bukan untuk memperjuangkan sebuah idiologi, tetapi untuk membela kepentingan kelompok.
Perselisihan paham antar penganut madzhab saat ini sudah sampai pada tingkat persetruan yang membahayakan persatuan. Kelompok fundamentalis membentuk berbagai organisasi keagamaan yang dijadikan wadah perjuangannya. Mereka menuduh kelompok Islam liberal telah menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya, karena dianggap meragukan keabsahan sunnah Nabi sebagai landasan hukum, bahkan menuduhnya telah membuang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan ilmu-ilmu hadits warisan ulama salaf kedalam tong sampah untuk kemudian menggantinya dengan bacaan kontemporer yang silsilah sanadnya berasal dari Barat (baca : non Islam), berorientasi lebih menghargai pikiran pembaca (penafsir) dari pada pemilik teks (Kalamullah/Al-Qur’an), tanpa dikaitkan dengan ilmu-ilmu dan kaidah-kaidah tafsir yang telah dibangun oleh para ulama berabad-abad lamanya.
Selain itu kelompok liberalis tidak henti-hentinya berjuang untuk memperkokoh landasan demokratisasi dengan menanamkan nilai-nilai kebebasan (liberalisme) dan nilai-nilai kemanusiaan (humanisme) dengan tujuan agar Islam dapat diterima oleh masyarakat global yang maju dan modern di era millenium sekarang. Gerakan liberalisme dengan paradigma tersebut bertujuan untuk mencegah merebaknya pandangan-pandangan keagamaan yang militan dan pro kekerasan yang sekarang telah menguasai wacana publik sehingga tidak terjadi kekacauan di masyarakat.
B.   AKAR KONFLIK
1. Agama Versus Budaya
Umat beragama meyakini bahwa agama adalah sakral karena datangnya dari Allah SWT dan disampaikan kepada umat manusia melalui para Nabi dan Rasul yang ma’shum, terjaga dari berbagai kepalsuan dan nafsu. Seorang ulama bermadzhab Syafi’ie, bernama Imam Abu Syamah (w. 665 H)[1], dalam kitab Al-Ba’its, seperti dikutip oleh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid dalam Ilmu Ushul al-Bida, memberikan pandangan yang obyektif terkait dengan agama yang sakral yang selalu bersentuhan dengan tradisi dan budaya yang profane, sebagai berikut[2] :
Tidak patut menentu-nentukan ibadah dengan waktu yang tidak ditentukan oleh syariat, karena pada dasarnya melaksanakan amal kebajikan tidak dibatasi dengan waktu-waktu tertentu dan tidak pula ada keutamaan yang satu dari yang lainnya, terkecuali apa yang telah disebutkan oleh syariat mengenai keutamaanya dan macam ibadahnya. Apabila suatu ibadah telah ditentukan keutamaannya oleh syariat, maka keutamaan itu hanya berlaku pada ibadah tersebut, tidak pada ibadah lainnya, seperti keutamaan puasa di hari Arafah, hari Asyura dan keutamaan shalat tengah malam dan umrah di bulan Ramadhan. Dan diantara waktu yang dipandang utama oleh syariat untuk melakukan amal-amal kebajikan ialah seperti tanggal 10 Dzulhijjah dan malam al-qadar yang disebutkan sebagai suatu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan.
Sedangkan budaya dan adat atau tradisi masyarakat adalah profan, tidak sacral, termasuk persoalan-persoalan duniawi, bukan persoalan ukhrawi, karena tradisi dan budaya merupakan produk akal budi semata-mata, bukan produk wahyu, maka kedudukan hukumnya tergantung pada relevansinya dengan manfaat dan/atau mafsadat yang ditimbulkan. Apabila adat dan budaya dapat memberikan manfaat serta tidak bertentangan dengan dalil-dalil syar’ie : Al-Qur’an, Al-Hadits, ijma’ dan qiyas, maka hukumnya boleh (mubah). Sebaliknya, apabila adat dan budaya tersebut mengakibatkan mafsadat (kemedaratan) atau bertentangan dengan dalil-dalil syar’ie, maka hukumnya tidak boleh.
Sayogyanya kaum muslim mengetahui secara mendalam tentang upacara ritual yang terkait dengan adat dan budaya masyarakat Jawa sehingga mampu membedakan mana amalan-amalan agama yang sakral dan mana amalan-amalan adat dan budaya yang profan. Pengetahuan demikian menjadi sangat penting artinya terutama ketika suatu upacara merupakan kontak agama dengan budaya lokal yang kemudian dianggap sebagai upacara agama murni. Praktek ritual dalam tradisi masyarakat Islam Jawa banyak yang tidak diketahui dengan pasti mana yang berasal dari agama dan mana yang berasal dari budaya sehingga semuanya dianggap sebagai agama. Maka disinilah letak konflik yang berkepanjangan, sebagian kaum muslim menganggapnya sebagai perbuatan bida’ah, dan sebagian lainnya menganggap sebagai perbuatan sunnah. Syekh Ahmad Rifa’ie, dalam hal-hal yang sacral, sangat tegas, tetapi dalam hal-hal yang profane sangat toleran, mengakomodir budaya Jawa sebagai metode penyampaian dakwahnya.  
2.      Ayat-ayat Damai Versus Ayat-Ayat Perang
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang secara lahir menginstruksi kaum muslim agar berperang dan berjihad. Tetapi banyak juga ayat-ayat yang menyuruh agar kaum muslim berlaku ramah dan lemah lembut terhadap sesama, tanpa membeda-bedakan keturunan, adat istiadat dan agama. Diantara ayat-ayat yang mengintruksi kaum muslim agar berperang antara lain :
1)     QS At-Taubah, 9 : 123 :
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa
2)     QS Al-Anfal, 8 : 39 :
öNèdqè=ÏG»s%ur 4Ó®Lym Ÿw šcqä3s? ×puZ÷GÏù tbqà6tƒur ß`ƒÏe$!$# ¼ã&#à2 ¬! 4 ÂcÎ*sù (#öqygtGR$#  cÎ*sù ©!$# $yJÎ/ šcqè=yJ÷ètƒ ׎ÅÁt/  
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah, jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan.
3)     QS Al-Baqarah, 2 : 191 :
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.
Ayat-ayat di atas adalah ayat-ayat yang diturunkan dalam situasi perang, bukan diturunkan dalam situasi damai. Ayat-ayat perang diturunkan bukan untuk memaksakan orang lain agar memeluk suatu agama (لاإكراه فى الدين), melainkan untuk menegakkan keadilan dan melawan kedzaliman (بأنهم ظلموا).
Ayat-ayat lain, jumlahnya banyak sekali memerintahkan agar kaum muslim berlaku ramah terhadap sesama, tanpa melihat latar belakang keturunan, agama dan kepercayaan, antara lain :

1)     QS Al-Anbiya, 21 : 107)

Dan tiadaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
2)     QS Al-Ahzab, 33 : 45-46 :
Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.
3)     QS Ali Imran, 3 : 159 :  
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu*. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Golongan garis keras (kaum fundamentalis) merespon ayat-ayat perang di atas sebagai landasan untuk mengeksekusi setiap orang atau golongan yang dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam, kafir, musyrik dan ahli bid’ah. Sementara ayat-ayat damai direspon oleh aliran liberal-humanis untuk menaburkan kasih sayang kepada seluruh umat manusia, tanpa membeda-bedakan akidah dan keprcayaan, baik dalam upacara-upacara seremonial maupun dalam upacara-upacara ritual. Misalnya melegalkan atau memboleh Al-Qur’an dilagukan dengan lagu-lagu Jawa, doa-doa sa’ie diganti dengan pengucapan teks Pancasila, atau dengan lagu-lagu perjuangan, membolehkan natal bersama, atau mencampur adukan adzan dengan lagu-lagu natal, dan sebgainya.
Kedua kelompok tersebut tampak tidak proporsional, menerapkan ayat-ayat perang dan ayat-ayat damai tidak pada tempatnya, satu pihak merespon teks tanpa mempertibangkan konteks, sedangkan yang lain hanya mengutamakan konteks semata-mata, sehingga sulit untuk dipertemukan. Seminar, diskusi dan sebagainya sudah sering dilakukan, tetapi belum berhasil merubah sikap dan pandangan masing-masing, masih tidak menemui titik temu, bahkan masing-masing berupaya untuk memperkokoh.
3.   Secular Versus Fondamentalis
Konflik internal umat Islam yang paling serius adalah karena para pemimpinnya tidak kompak dalam memahami agama dan merespon budaya dan peradaban Barat (non muslim) seperti telah disinggung di atas. Sebagai contoh dapat dikemukakan ketidakompakan mereka dalam merespon demokrasi dan sekularisme. Sayid Quthub, Al-Maududi dan kaum fundamentalis menolak mentah-mentah faham sekuler yang memisahkan antara agama dan negara. Sedangkan Ali Abdur Razik dan kaum nasionalis memperjuangkannya dengan segala daya dan upaya agar kehidupan beragama tidak dibawa ke ranah kehidupan bernegara. Ketidakompakan ini mengakibatkan konflik internal yang pada gilirannya melemahkan dakwah dan perjuangan Islam sendiri, karena satu kubu memperjuangkan Islam sesuai dengan fahamnya itu sedangkan yang lain menjegalnya.
Ide dasar faham sekularisme adalah memisahkan agama dari negara dan pemerintahan. Faham sekuler muncul sebagai anti tesis dari pemerintahan Gereja yang diktator dan semena-mena (dzalim). Kemudian timbul gerakan reformis yang berhasil menggusur kekuasaan negara dari tangan Gereja sehingga gereja hanya diberi porsi untuk mengurus soal-soal kebaktian dan penebusan dosa. Di negara-negara Barat setelah kaum reformis berhasil memisahkan agama dan negara ternyata cepat maju dan mampu memimpin peradaban dunia yang akhirnya menjajah wilayah-wilayah Timur (Islam) yang dahulu maju dan menjajah Barat (Kristen).
Para ilmuwan, termasuk ilmuwan muslim yang berpendidikan Barat, menyimpulkan bahwa agama adalah penghambat kemajuan sehingga harus dipisahkan dari negara (faham sekuler). Persetruan faham ini berimplikasi pada prilaku politik umat Islam di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Sebagian mereka membentuk partai-partai Islam dan sebagian lagi hanya menginginkan partai bercorak Islam, bahkan ada yang tidak peduli apakah itu partai Islam, atau partai bercorak Islam, atau partai tidak berlatar belakang Islam sama sekali, yang penting berjuang untuk rakyat.
C.   GERAKAN TENGAH : ANTI RADIKALISME DAN ANTI SEKULAR
Untuk mengatasi gerakan ekstrim tersebut, lahirlah gerakan Islam tengah, atau Islam Wasathiyah (MUI), Islam Nusantara (NU), Islam Berperadaban (Muhammadiyah), dan Islam Lugas Bermartabat (Rifa’iyah). Gerakan-gerakan ini memiliki visi yang sama, Islam Wasathiyah adalah Islam yang mengambil jalan tengah, la syarqiyyata wa la gharbiyyah. Islam Nusantara adalah Islam yang sangat toleran, rahmatan lil alamin, dan Islam Berkemajuan adalah Islam yang berperadaban, Islam yang memandu ilmu dan memimpin kemajuan. Sementara Islam Lugas Bermatabat adalah Islam yang lugu dan mulia, ajarannya sederhana tetapi lengkap, mencakup semua aspek kehidupan, mudah diterima, ramah dan mudah diamalkan, anti kekerasan dan anti pemaksaan.
Semua gerakan tersebut ingin menampilkan Islam sebagai agama yang ramah, santun, toleran, menghormati sesama, tetapi tidak mengorbankan hal-hal yang prinsip dan fundamental. Dan sekaligus ingin memberikan jawaban atas berkembangnya faham-faham dan gerakan ektrim, eksklusif, intoleran, kaku atau rigid, mudah mengkafir-kafirkan dan memusyrik-musyrikan orang. Faham-faham demikian berpotensi munculnya Islam radikal dan terorisme yang menghalalkan darah dan perampasan harta serta melegalkan pembunuhan dan perampokan.
D.  P E N U T U P
Untuk menghindari konflik yang diakibatkan oleh faham yang ekstrim tersebut, alangkah indahnya apabila kaum terpelajar, siswa, mahasiswa, dosen, santri, kyai, dan pemimpin umat, untuk duduk bersama, bersilaturahim dan berdialog untuk membedah masalah-masalah kontroversial dengan tujuan untuk membangun ukhuwah yang lebih kokoh, atau sekurang-kurangnya membangun toleransi antar sesama penganut faham atau aliran atau madzhab.
Sudah saatnya para penganut agama atau madzhab merubah paradigma dari paradigma lama yang memandang hanya madzhabnya yang benar, sementara madzhab yang lain salah, dirubah menjadi paradigma baru, yaitu : madzhabku benar, tetapi mungkin salah, sementara madzhab lain salah, tetapi mungkin benar. Dengan demikian dapat membangun rasa persaudaraan yang kokoh, tidak saling menyalahkan, apalagi saling menyesatkan atau mengkafirkan.

                                                                               Batang, 26 Februari 2018
                                                                                           PP RIFA’IYAH


[1] Abu Syamah adalah gurunya Imam An-Nawawi, nama lengkapnya Syihabuddin Abdurrahman Ibnu Ismail Ibnu Ibrahim al-Maqdisi Al-Dimasyqi. Lahir tahun 579H dan wafat tahun 665H. beliau adalah seorang alim allamah, menguasai berbagai disiplin ilmu. Menurut sebagian ulama beliau telah mencapai derajat Mujtahid, diantara gurunya ialah Al-Izz Ibnu Abdissalam. Lihat Muhammad Ibnu Yasin Ibnu Isa Al-Fadani al-Maki dalam Al-Fafa’id al-Janiyah (Bairut, Dar al-Basya’ir al-Islamiyah, 1996), jld.2, hlm. 46
[2] Ali Ibnu Hasan Ibnu Ali Ibnu Abdul Hamid, Ilmu Ushul al-Bida’ (Riyadh, Dar al-Rayah, 1992), hlm. 89