BAHAN
KAJIAN BAHTSUL MASAIL
MUKTAMAR
RIFA’IYAH VIII DI KABUPATEN PEKALONGAN
4-7
MUHARAM 1435/8-11 NOPEMBER 2013
1.
Memberi Bab dan
Halaman Kitab Tarajumah
Deskripsi
Masalah :
Kitab-kitab
karya Syekh Ahmad Rifa’ie yang disusun dalam bahasa Jawa banyak dikaji oleh
ilmuwan dan sarjana dari berbagai keahlian dan jurusan. Selain itu, telah menjadi
sumber rujukan dalam kajian ilmu ushul, fikih dan tasawuf. Akan tetapi
permasalahannya tidak satupun kitab yang jumlahnya mencapai 69 buah itu diberi
daftar isi dan halaman sehingga sangat sulit untuk dilacak pokok pembahasannya.
Pertanyaannya, bagaimanakah apabila kitab-kitab karya Syekh Ahmad Rifa’ie
tersebut diberi bab dan halaman serta diberi sumber pengambilannya hingga
memudahkan pengkaji untuk mencari pokok-pokok pembahasan.
2.
Menyalin dan Mencetak Kitab
Tarajumah
Deskripsi
Masalah :
Jamaah
Rifa’iyah menyebar ke seluruh Indonesia, baik dari kalangan murid maupun
keturunan (dzurriyyah) Syekh Ahmad Rifa’ie dari Minahasa (Menado), tidak
memahami bahasa Jawa dengan baik sehingga kitab-kitab yang disusun dalam bahasa
Jawa menjadi asing bagi mereka. Pertanyaannya, bagaimanakah apabila kitab-kitab
tersebut disalin kedalam bahasa Indonesia atau bahasa Melayu atau diberi
syarahan dengan bahasa tersebut? Dan bagaimana pula apabila kitab-kitab
tersebut dicetak, tidak ditulis tangan, dengan tujuan untuk memperbanyak
produksi dan mempercepat penyebaran ke berbagai wilayah?
3.
Mendirikan Bank Syari’ah
Deskripsi
Masalah :
Pekerjaan
Rumah (PR) umat Islam yang cukup merepotkan sejak masa Nabi hingga sekarang
adalah berkembangnya orang-orang yang mendua (munafik) dan system ekonomi ribawi.
Pasalnya dahulu ketika orang-orang munafik akan ditindak tegas oleh Umar bin
Khattab, Nabi SAW melarangnya. Sedangkan masalah riba baru dibatalkan ketika
Nabi SAW menjalankan haji wada, 81 hari sebelum Nabi wafat. Artinya, system
ekonomi ribawi yang sudah berurat berakar di masyarakat itu baru dilarang pada
saat risalah hendak berakhir, sehingga mungkin pemberantasan riba di masyarakat
belum tuntas, terutama di kalangan kaum Yahudi. Sekarang timbul kesadaran kaum muslim
ingin membangun sistem perekonomian yang berbasis syari’ah, non ribawi, baik
dalam lembaga keuangan (per-bank-an) maupun dalam transaksi bisnis (muamalah).
Pertanyaannya, bagaimanakah hukum mendirikan bank syari’ah, dan produk apa saja
yang boleh atau halal menurut syariat?
4.
Menambah Keuntungan
dalam Jual-Beli Kredit
Deskripsi
Masalah :
Budaya
masyarakat pragmatis lebih suka berhutang dari pada menabung. Dasar pertimbangannya
sangat sederhana, yaitu : apabila menabung hari ini, nilai uang tabungan dalam
beberapa tahun ke depan sudah jauh berkurang. Oleh karena itu lebih baik
memilih utang, baik utang barang ataupun utang uang dengan pembayaran akan dicicil
setiap bulan selama beberapa tahun sesuai dengan kemampuannya. Ketika kedua
belah pihak melakukan transaksi jual beli kridit, keduanya telah mengetahui
perbedaan harga barang (margin) antara yang kontan dengan yang kridit, misalnya
10%. Atau, apabila yang dibutuhkan adalah uang, bukan barang, maka transaksi
tetap dilakukan dengan berpedoman pada harga barang. Misalnya pihak kesatu
(yang berpiutang) memiliki sebuah mobil atau sebuah motor menjualnya kepada pihak
kedua (yang berhutang) dengan harga tertentu, kemudian setelah serah terima
mobil atau motor tersebut dijual kembali oleh pihak kedua kepada pihak kesatu dengan
harga lebih rendah, misalnya rugi 10%. Pertanyaannya, bagaimanakah hukumnya
transaksi jual beli tersebut?
5.
Jual Beli Surat Berharga
Yang
dimaksud surat berharga ialah saham (modal perusahaan), surat simpanan di
koperasi, tabungan, giro, dan surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai
dengan uang. Banyak terjadi di masyarakat apabila pemilik saham, surat simpanan
di koperasi, tabungan, giro, struk gaji, gaji pensiunan dan atau surat tagihan
lainnya membutuhkan uang kontan secara mendadak, maka ia menjual kertas
berharga tersebut kepada orang lain dengan harga yang jauh lebih murah jika
dibandingkan dengan apabila kertas berharga tersebut dicairkan pada waktunya,
misalnya selisih 10% atau 15% tergantung lamanya waktu tunggu. Pertanyaannya,
bagaimanakah hukumnya jual beli tersebut?
6.
Jual Gadai (Rohn)
Deskripsi
Masalah :
Masyarakat
muslim yang taat umumnya tidak mau berhubungan dengan bank walaupun mereka membutuhkan
uang, karena mereka takut makan riba. Akan tetapi masalahnya, mereka mau menjual
gadai atau menggadaikan barang, seperti kendaraan, tanah perkebunan dan tanah
pertanian untuk memperoleh pinjaman uang. Mereka menerima sejumlah uang yang
dibutuhkan sebagai utang dan menyerahkan barang, kendaraan, tanah perkebunan dan
pertaniannya untuk digunakan atau digarap selama utangnya belum dibayar.
Pertanyaannya, sahkah transaksi atau akad tersebut, dan halalkah menggunakan barang-barang
gadaiannya?
7.
Zakat Sawah Sewaan
Deskripsi
Masalah :
Kasusnya
terjadi pada seorang petani di suatu desa yang memiliki tanah pertanian seluas
100 hektar. Ia tidak pernah menggarap sendiri sawahnya, melainkan disewakan.
Dari hasil sewaannya itu setiap tahun ia memperoleh uang tidak kurang dari 800
juta rupiah. Pertanyaannya, wajibkah ia membayar zakat, dan berapa kadar
zakatnya? Pertanyaan berikutnya, apakah penyewa yang menggarap sawah juga wajib
membayar zakat, dan berapa kadar zakatnya, padahal ia sudah mengeluarkan biaya
besar untuk membayar sewanya dan membayar ongkos mengolah tanahnya?
8.
Uang Muka (Bai’
al-‘Urbun)
Deskripsi
Masalah :
Dalam
praktek jual-beli sekarang, apabila pihak penjual dan pihak pembeli telah menyetujui
harga penawaran suatu barang, maka mereka melakukan transaksi (akad) jual beli dengan
membayar sejumlah uang muka (‘urbun) kepada pihak penjual disertai perjanjian
bahwa dalam beberapa bulan akan dilunasi semua. Apabila pihak pembeli sampai dengan
batas waktu tersebut tidak dapat melunasi sisanya, maka uang mukanya tidak
dapat dikembalikan, dianggap hangus. Pertanyaannya, bagaimanakah hukum
melakukan perjanjian jual beli dengan uang muka tersebut?
9.
Sumbangan Hajatan
Dalam
kehidupan bermasyarakat berlaku sebuah tradisi, apabila salah seorang dari anggota
masyarakat mempunyai hajat, maka mereka beramai-ramai memberikan sumbangan,
baik berupa uang maupun barang. Dilihat dari satu sisi, sumbangan tersebut
merupakan amal social dari masyarakat, tetapi dilihat dari sisi lain, apabila
kelak pihak yang menyumbang mempunyai hajat yang sama, kemudian pihak yang menerima
sumbangan tersebut berhalangan hadir, baik karena bepergian atau karena
kepapaan, maka ketidak hadirannya itu dipertanyakan oleh tuan hajat.
Pertanyaannya, apakah sumbangan tersebut wajib dikembalikan karena termasuk hutang
yang harus dibayar, atau tidak wajib dibayar karena tidak ada ujab kabul?
10. Nyolati Orang Jahat
Deskripsi
Masalah :
Dalam
kehidupan bermasyarakat, seorang kyai dihadapkan pada persoalan yang rumit.
Kasusnya terjadi pada seseorang yang sepanjang hidupnya diketahui tidak pernah
shalat, tidak pernah puasa, dan suka mabuk-mabuk, kemudian dia meninggal dunia dalam
melakukan suatu kejahatan (maksiat), seperti sedang mencuri mobil, mencuri motor,
dan sedang meminum minuman keras hingga mati, atau menjambret kemudian
tertangkap basah dan mati dihakimi massa. Setelah mati keluarganya meminta agar
kyai menyalatkan dan mentahlilkan selama 7 hari, 40 hari dan seterusnya. Pertanyaannya,
bagaimanakah hukum nyolati dan mendoakan orang jahat tersebut?
11. Memberi Uang untuk Memperoleh Hak Terdahulu dalam Ibadah
Deskripsi
Masalah :
Persoalan
dana talangan haji yang jelas-jelas menghambat dan menghalangi kepergian orang
yang sesungguhnya sudah wajib dan sudah istithaah untuk menunaikan ibadah haji,
belum selesai dibahas oleh para kyai, sekarang timbul persoalan baru dengan
munculnya beberapa orang calon jamaah yang ingin menyalip antrian haji yang
panjang (waitinglist) dengan cara memberi sejumlah uang untuk mempercepat
keberangkatan ibadah hajinya. Pertanyaannya, bagaimanakah hukumnya apabila menyalip
antrian haji yang panjang dengan cara-cara tersebut?
12. Menerima Saweran Tetapi Tidak Memilih
Deskripsi
Masalah :
Ketika
pilihan kuwu (pilwu), pilihan bupati (pilbup), pilihan gubernur (pilgub) dan
pilihan presiden (pilpres) atau pilihan legislative (pileg), masyarakat banyak
yang menerima saweran (pemberian) dari masing-masing calon. Akan tetapi yang
menjadi persoalan adalah apabila mereka menerima saweran dari semua calon,
tetapi hanya memilih salah satunya, atau bahkan tida memilih sama sekali.
Pertanyaannya, halalkah menerima uang saweran tersebut? Dan bagaimanakah
seandainya masyarakat hanya menerima sawerannya, tetap tidak memilih orangnya?
R A L A T :
DIBERITAHUKAN DENGAN HORMAT, KEPADA WARGA RIFA’IYAH DI SELURUH
INDONESIA, BAHWA MUKTAMAR RIFA’IYAH VIII DI KABUPATEN PEKALONGAN AKAN
DILAKSANAKAN PADA TANGGAL 4-7 MUHARAM 1435 H / 8-11 NOPEMBER 2013 MOO.
PEMBUKAAN DILAKSANAKAN HARI SABTU TANGGAL 9 NOPEMBER 2013 PUKUL 09.00-12.00.
CECK IN PESERTA HARI JUM’AT TANGGAL 8 NOPEMBER 2013 PUKUL 13.00 S/D 18.00.
PESERTA DARI JAWA DIHARAPKAN MASUK KE LOKASI (PONPES AS-SAMI’ANI SRINAHAN
KESESI) MELALUI WIRADESA, DAN PESERTA DARI LUAR JAWA DIHARAPKAN MASUK DARI
BANDARA AHMAD YANI SEMARANG. DEMIKIAN HARAP MAKLUM.
PP
RIFA’IYAH
TTD.
H.
ALI NAHRI