Dr. H. Mukhlisin Muzarie, M.Ag |
R I F A I Y A H
Oleh : Dr. H. Mukhlisin Muzarie,
M.Ag
Tokoh sentral Rifaiyah, Syekh
Ahmad Rifa’ie, adalah
cucu KH Abu Suja atau Raden Sutjowidjojo, seorang
Penghulu Landrat Kabupaten Kendal berasal dari keratin Yogyakarta. Beliau dilahirkan
di Kendal pada tanggal 9 Muharrom 1200 H (1786 M), ayahnya bernama KH Muhammad
Marhum dan ibunya bernama Siti Rochmah. Ketika berusia 6 tahun ayahnya Muhammad
Marhum meninggal dunia, beliau diasuh oleh kakeknya KH Abu Suja, dua tahun
berikutnya kakeknya meninggal lagi hingga tinggal bersama kakak perempuannya
bernama Nyai Rajiyah, isteri KH Asy’ari, seorang pendiri pesantren Kaliwungu.
Di tempat inilah Ahmad Rifai belajar ilmu hingga menjadi ulama muda yang
energik.
Gurunya
di Tanah Jawa
Di
tanah Jawa Syekh Ahmad Rifa’ie berguru pada kakak iparnya yaitu KH Asy’ari.
Beliau seorang ulama Dalem Keraton Mataram Yogyakarta, dilahirkan di Wanantara
Jogja pada tahun 1746. Nama lengkapnya Asy’ari bin Ismail bin H Abdurrahman bin
Ibrahim. Silsilah nasabnya sampai kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib dan kepada
Rasulullah SAW. KH Asy’ari lebih dikenal dengan nama Kyai Guru, beliau datang
ke Kaliwungu pada tahun 1781 atas perintah Sultan Mataram Islam Yogya setelah
mendalami ilmu di Mekah selama 10 tahun. KH Asy’ari bersahabat dengan KH Abu
Sudja yang menjabat Penghulu landrat di Kendal dan kenal dengan KH Muhammad
Marhum serta saudara-saudara KH Ahmad Rifa’ie. Pada tahun 1786 ketika usianya
40 tahun KH Asy’ari menikah dengan Nyai Radjiyah putri KH Muhammad Marhum. Beliau
inilah kelak yang mendidik Syekh Ahmad Rifa’ie menjadi ulama muda yang terkenal
wara, cerdas, tegas, kreatif dan berani. Syaekh Ahmad Rifa’ie berada dalam
asuhan Syekh Asy’ari sejak usia 8 tahun, yaitu sejak KH Abu Suja meninggal pada
tahun 1794 M hingga meneruskan pelajaran ke Mekah pada tahun 1230H atau 1816 M.
Gurunya
di Tanah Arab
Seperti
disebutkan di atas, sekitar tahun 1230H/1816M Kyai Muda Ahmad Rifa’ie berangkat
ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim di sana untuk memperdalam
ilmu agama Islam selama 8 tahun. Di tempat itu beliau berguru pada ulama-ulama madzhab
Syafi’ie dan madshab Hanbali. Diantara gurunya yang bermadzhab Syafi’ie
ialah Isa al-Barawie, nama lengkapnya Isa bin Ahmad bin Isa bin Muhammad
Az-Zubairie Asy-Syafi’ie Al-Qahiri Al-Azharie. Sedangkan gurunya yang
bermadzhab Hambali ialah Syekh Faqih Muhammad bin Abdul Aziz al-Jaishi. Menurut KH Ahmad Sadzirin Amin, Syekh Ahmad
Rifa’ie setelah dari Mekah meneruskan pelajarannya ke Mesir selama 12 tahun,
kemudian kembali mengajar di pesantren kakak iparnya di Kaliwungu Kabupaten
Kendal Jawa Tengah.
Mendirikan
Pesantren Kalisalak
Selanjutnya
Syekh Ahmad Rifa’ie mendirikan pesantren di Kalisalak untuk mengajarkan membaca
Al-Qur’an dan pokok-pokok agama Islam kepada masyarakat. Pada awalnya pesantren
ini hanya dikunjungi santri dari daerah sekitar, kemudian berkembang luas, para
santri datang dari berbagai peloksok tanah Jawa, termasuk dari tanah Pasundan
(Jawa Barat). Murid pertama yang dapat dicatat sebagai penerus perjuangan
dakwah dan pendidikannya sebanyak 50 orang. Murid-murid tersebut berasal dari
Kendal, dari Semarang, Batang, Pekalongan, Wonosobo dan lain-lainnya. Mereka
inilah generasi pertama yang menyebarkan Islam ke berbagai pelosok tanah air, termasuk
ke tanah pasundan (Jawa Barat), kemudian diteruskan oleh murid-murid generasi
kedua, generasi ketiga, keempat dan kalima. Sekarang santrinya menyebar hingga
meliputi Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Sumatera
Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Riau Kepulauan, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Papua. Dan dari dzuriyah (keturunan)
Syekh Ahmad Rifa’ie dari kampung Jawa Tondano Kabupaten Minahasa tersebar di
daerah Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan lainnya.
Karya-Karya & Perjuangannya
Syekh
Ahmad Rifa’ie adalah ulama Jawa abad ke-19 M/13 H yang produktif.
Karya-karyanya berbahasa Jawa yang dikenal dengan kitab Tarajumah lebih
dari 69 judul kitab. Syekh Ahmad Rifa’ie melalui kitab-kitabnya itu banyak
memberikan protes terhadap pemerintah colonial Belanda dan kritik terhadap
ulama birokrat yang mau bekerjasama dengan penguasa kafir dan dzalim. Kata-kata raja kafir, raja dzalim,
orang munafik, dan fasik selalu dilontarkan untuk menyebut birokrat yang pro
penjajah dan menindas rakyat. Dengan aksinya ini Syekh Ahmad Rifa’ie dianggap telah
menghasut rakyat melawan pememrintah. Di sisi lain aksinya itu menimbulkan kebencian
di kalangan birokrat yang dituduh fasik karena bekerja untuk membantu kepentingan
kaum penjajah.
Syekh Ahmad Rifa’ie memiliki pendiran
yang kuat untuk menentang kaum penjajah yang bercokol di Tanah Air. Di sampan
itu beliau mengecam kaum pribumi yang mau mengabdi kepada raja kafir. Kebencian
tersebut disampaikan dalam berbagai kesempatan dakwah kelliling daerah sekitar
Kendal, Batang, Pekalongan, Temanggung dan Wonosobo. Pendirian demikian telah
dimulai sejak muda hingga beliau kembali dari Timur Tengah dan mengajar di
Pesantren kakak iparnya di Kaliwungu. Akibatnya beliau diasingkan ke Kalisalak, sebuah kampung yang jauh dari kota, termasuk
Kabupaten Batang Karesidenan Pekalongan. Di sanalah Syekh Ahmad Rifa’ie
membangun sebuah pesantren untuk mengajar mengaji dan menyusun karya-karya yang
menjadi pedoman pengajarannya.
Namun
karena karya-karyanya dinilai menghasut rakyat untuk menentang pemerintah, maka
setelah melalui proses peradilan di Kabupaten Batang, pada tahun 1859 beliau
diasingkan ke Ambon, kemudian pada tahun 1861 dipindahkan ke Minahasa hingga wafat
tahun 1875. Beliau dimakamkan di komplek pemakaman Kyai Modjo, berdekatan
dengan makam Kyai Hasan Maulani asal dari Kabupaten Kuningan Cirebon. Syekh
Ahmad Rifa’ie yang gigih menentang pemerintah colonial Belanda pada tahun 2004 dianugerahi
gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudohyono.
Organisasi
Rifaiyah
Organisasi
Rifaiyah dengan tokoh sentral Syekh Ahmad Rifa’ie, secara the pacto telah ada
semenjak Syekh Ahmad Rifa’ie membangun pesantren di Kalisalak pada tahun
1950-an. Akan tetapi secara resmi menjadi ormas Islam baru berdiri tahun 1991, yaitu
setelah dideklarasikan oleh ulama dan cendekiawan Rifaiyah dalam Silaturahmi
Nasional Pertama yang dilaksanakan di komplek Pondok Pesantren Al-Ishlah
Arjawinangun Kabupaten Cirebon. Sebelumnya, pada tahun 1965 telah berdiri lembaga
berbadan hukum, yaitu Yayasan Pendidikan Islam Rifaiyah (Yasrif) di Kabupaten
Pemalang, yang disusul dengan berdirinya cabang-cabang di Kabupaten/Kota,
terutama di Wilayah Jawa Tengah.
Latar
Belakang Berdirinya Organisasi
Organisasi Rifaiyah lahir terinspirasi hasil Seminar
Nasional “Mengungkap Pembaharuan Islam Abad XIX Gerakan Kiyai Haji Ahmad
Rifa’ie, kesinambungan dan perubahannya” yang diselenggarakan di Balai Kajian
Sejarah Yogyakarta tanggal 12–13 Desember 1990 dan semangat Festival Istiqlal
1991 di Jakarta. Seminar Nasional di Yogyakarta dihadiri nara sumber dari pakar
sejarah Nasional dan Budayawan, antara lain Prof. Sartono Kartodirdjo, Dr. Kuntowidjojo,
Drs. Tasyhadi (Kepala Balai Kajian Sejarah Yogyakarta), Adabi Darban, MA, Dr.
Simuh (Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), dan lain-lain. Nara sumber
internal Drs. Mukhlisin Muzarie, Drs. Mursidin Romli dan Chaeruddin Hasbullah.
Seminar selama 2 (dua) hari dihadiri 200 orang peserta dari ormas Islam,
Perguruan Tinggi dan Ulama Pondok Pesantren. Keputusan penting dari seminar
tersebut menyimpulkan bahwa ilmu ushul, ilmu fikih dan ilmu tasawuf yang
diajarkan oleh Syekh Ahmad Rifa’ie sesuai dengan faham Ahlussunnah Waljamaah.
Dan seminar merekomendasikan warga Rifa’iyah agar mendirikan organisasi sebagai
wadah perjuangan dan mengusulkan Syekh Ahmad Rifa’ie dianugerahi Pahlawan
Nasional oleh Pemerintah. Sedangkan Festival Istiqlal di Jakarta warga Rifaiyah
menampilkan berbagai karya Syekh Ahmad Rifa’ie dan kebudayaan Jawa (Terbang). Warga
Rifaiyah turut membuka stand selama 5 (lima) hari dengan membagi-bagikan brosur
tentang gerakan Syekh Ahmad Rifa’ie kepada para pengunjung. Stand Rifaiyah
setiap hari mendapat kunjungan beribu-ribu orang dari dalam dan dari luar
negeri sehingga karya-karya Syekh Ahmad Rifa’ie dikenal oleh masyarakat luas. Secara
keseluruhan kegiatan tersebut menginspirasi berdirinya organisasi Rifaiyah sebagai
wadah perjuangan untuk melestarikan dakwah dan pendidikan Syekh Ahmad Rifa’ie.
Kepengurusan PP Rifa’iyah
Kepengurusan periode pertama (1991-1997) dipimpin
oleh KH. Muhammad Saud Al-Arba’ie sebagai Ketua Umum dan KH Ahmad Sadzirin Amin
sebagai Sekretaris Jenderal. Periode kedua dan ketiga (1997-2004 &
2004-2008) dipimpin oleh Ketua Dewan Syuro KH Munawir Ridhwan dan Sekretaris
Dewan Syuro Prof. Dr. KH. Abdul Jamil, MA, Ketua Umum KH Ahmad Sadzirin Amin dan
Sekretaris Jenderal H. Mukhlisin Muzarie. Dan periode keempat (2008-2013)
dipimpin oleh Ketua Dewan Syuro KH Ahmad Sadzirin Amin dan Sekretaris Dewan
Syuro Prof. Dr. KH Abdul Jamil, MA, Ketua Umum Dr. H. Mukhlisin Muzarie, M.Ag
dan Sekretaris Jendelal H. Imam Ghozaly, S.Ag. Namun karena KH Ahmad Sadzirin
Amin wafat dan Prof. Dr. KH Abdul Jamil, MA pindah tugas. semula menjabat Rektor
IAIN Walisongo Semarang kemudian menjabat Kepala Litbang Agama (kemudian menjabat
Direktur Jenderal Bimas Islam, kemudian menjabat Direktur Jenderal
Penyelenggaraan Ibadah Haji) Kementerian Agama di Jakarta, maka berdasarkan hasil
Muspim tahun 2011 yang membahas pergantian antar waktu, jabatan Ketua Dewan
Syuro ialah KH Muhammad Amin Ridho dan Sekretaris Dewan Syuro H. Nurzuhad, SE.
Selanjutnya berdasarkan hasil Muktamar VIII tahun 2013 di Kabupaten Pekalongan,
Ketua Dewan Syuro terpilih KH Muhammad Amin Ridho dan sekretaris Dewan Syuro K.
Ma’ruf Sabrawi, Ketua Umum terpilih Dr. H. Mukhlisin Muzarie, M.Ag dan
sekretaris Jenderal H. Imam Ghozali.
Wilayah Binaan
Wilayah binaan Pimpinan Pusat Rifa’iyah sekarang meliputi 24
propinsi, yaitu propinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta, Banten, Jawa Timur, Bali, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi
Utara, Bangka Belitung, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau (Kepri), Kalimantan
Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi
Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Termasuk daerah
Kabupaten/Kota yang telah terbentuk.
Problem
Sekretariat
Pimpinan Pusat
Rifaiyah hingga saat ini belum memiliki kantor yang representative. Semenjak
dideklarasikan di Cirebon tahun 1991 hingga Muktamar ke8 Tahun 2013 di
Kabupaten Pekalongan sesuai Anggaran Dasarnya bahwa Organisasi Rifaiyah
berkedudukan di Batang Jawa Tengah. Sejak saat itu hingga sekarang Kantor
Pimpinan Pusat menggunakan rumah seorang Pengurus Pusat, KH Ali Nahri, beralamat
di Jl. Perintis Kemerdekaan Nomor 17 Karanganyar Batang Propinsi Jawa Tengah.
Pada tahun 2011
berhasil membebaskan tanah seluas 600 m2 di pusat Kota Pekalongan tetapi hingga
sekarang belum dapat membangun. Tahun sebelumya berusaha membeli gedung KOPTI
di kota Batang, tetapi akhirnya dialihkan ke pihak lain. Sebagai Kantor
Sementara di Ibu Kota, PP Rifaiyah beralamat di Komplek Masjid Baiturrahman Cempaka
Putih Jakarta Pusat.
Penutup
Demikian sekilas tentang Rifaiyah, mudah-mudahan
mendapat perhatian semua pihak, baik dermawan yang berkenan memberikan infak
atau wakaf maupuan pihak pemerintah cq Kementerian Agama yang selalu membina ormas
Islam, agar Rifaiyah eksis sebagaimana halnya ormas Islam yang lain.
No comments:
Post a Comment