Saturday, September 28, 2013

ILMU KALAM (Ilmu Tauhid)



ILMU KALAM (ILMU TAUHID)



1.        1.  Pengertian
Kata “ilmu” berasal dari bahasa Arab yang berarti pengetahuan, kemudian “ilmu” digunakan untuk menunjukkan suatu pengetahuan yang telah disusun secara sistimatis dan teratur sehingga antara satu bagian dengan yang lainnya saling berkaitan. Kata “kalam” berasal dari bahasa Arab juga yang artinya perkataan. Arti semula “al-kalam” adalah kata-kata yang tersusun yang menunjukkan sesuatu maksud. Dalam kaitan ini al-Qur’an disebut Kalamullah, seperti dijelaskan dalam ayat berikut ini:

أفتطمعون أن يؤمنوا لكم وقد كان فريق منهم يسمعون كلام الله ثم يحرفونه من بعد ما عقلوه وهم يعلمون
 Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mngetahuinya(QS. al-Baqarah: 75)
Dengan demikian ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan kalamullah, yaitu suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang kita kenal sekarang. Menurut catatan ahli sejarah, istilah ini untuk pertama kalinya digunakan pada masa Daulat Abbasyiyah, pada masa Khalifah al-Ma’mun (w. 218 H). Sebelumnya pem,bahasan tentang kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa  dan kepada hal-hal yang ghaib disebut al-fiqh fi al-dien atau al-fiqh al-akbar.
2.      Tentang Penamaan Ilmu Kalam
Ada beberapa alasan mengenai ilmu yang membahas tentang kepercayaan ini disebut Ilmu Kalam, yaitu :
a.       Karena persoalan penting yang menjadi pembicaraan abad-abad permulaan hijriyah ialah mengenai firman Allah (Kalamullah) dan perdebatan sekitar apakah al-Qur’an bersifat qadim atau hadits.
b.      Karena pembicaraan para Mutakallimin banyak menggunakan dalil-dalil aqli (logika) dan jarang sekali menggunakan dalil-dalil naqli (al-Qur’an dan al-Hadits).
c.       Karena pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai disiplin ilmu logika dan filsafat, maka pembicaraan soal-soal kepercayaan agama ini dinamai Ilmu Kalam untuk membedakannya dengan logika dan filsafat.
3.      Nama-Nama Lain dari Ilmu Kalam
   Dilihat dari tujuan dan ruang lingkup serta obyek pembahasan Ilmu Kalam, maka ada beberapa nama lain dari Ilmu Kalam, yaitu :
a.       Ilmu Tauhid, dinamai demikian menurut A. Hanafi karena ilmu ini tujuannya untuk meng-Esakan Tuhan dalam Dzat, Shifat dan Af’al-Nya. Dia Maha Esa, tidak ada yang menyamai-Nya dan tidak ada yang menyamai ciptaan-Nya.
b.      Ilmu Aqa’id, yaitu ilmu yang membahas tentang cara beriman yang kuat, kokoh dan mantap kepada Allah SWT dan berbagai hal yang bersangkut-paut dengan-Nya.
c.       Ilmu Ushuluddin, yaitu ilmu yang membahas pokok-pokok agama yang telah disampaikan oleh para Rasul kepada umat manusia, yakni iman kepada Allah, kepada para Malaikat, Kitab-Kitab-Nya, para Rasul, Hari Akhir dan qadar.
d.      Al-Iman, istilah “Kitab al-Iman” untuk ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam; banyak para penulis menggunakan istilah ini sehubungan dengan lapangan pembahasannya meliputi hal-hal kepercayaan atau keimanan kepada Allah SWT dan hal-hal yang ghaib.
e.       Teologi Islam, banyak pula penulis yang menggunakan istilas teologi untuk Ilmu Kalam. Teo berarti Tuhan dan logi berarti ilmu, jadi artinya ilmu tentang ketuhanan.


4.  Metode Ilmu Kalam
                        Para peneliti umumnya berpendapat bahwa Teologi Islam (Ilmu Kalam) menggunakan metode berfikir filsafat yang dipadukan dengan ajaran Islam.  Dengan demikian Teologi Islam tidak dapat dikatakan sebagai ilmu keislman murni, melainkan ilmu yang sudah dipengaruhi pemikiran filsafat. Oleh karena itu sebagian Ulama Salaf, Ulama yang berpegang teguh kepada al-Qur’an dan al-Sunnah secara ketat dan memahaminya secara tekstual cenderung tidak mau menerima Teologi Islam sebagai ilmu keislaman, karenanya mereka tidak mau mempelajarinya. 

Thursday, September 26, 2013

MUKTAMAR RIFAIYAH VIII (Bahan Kajian Bahsul Masail)



BAHAN KAJIAN BAHTSUL MASAIL
MUKTAMAR RIFA’IYAH VIII DI KABUPATEN PEKALONGAN
4-7 MUHARAM 1435/8-11 NOPEMBER 2013

1.      Memberi Bab dan Halaman Kitab Tarajumah
Deskripsi Masalah :
Kitab-kitab karya Syekh Ahmad Rifa’ie yang disusun dalam bahasa Jawa banyak dikaji oleh ilmuwan dan sarjana dari berbagai keahlian dan jurusan. Selain itu, telah menjadi sumber rujukan dalam kajian ilmu ushul, fikih dan tasawuf. Akan tetapi permasalahannya tidak satupun kitab yang jumlahnya mencapai 69 buah itu diberi daftar isi dan halaman sehingga sangat sulit untuk dilacak pokok pembahasannya. Pertanyaannya, bagaimanakah apabila kitab-kitab karya Syekh Ahmad Rifa’ie tersebut diberi bab dan halaman serta diberi sumber pengambilannya hingga memudahkan pengkaji untuk mencari pokok-pokok pembahasan.

2.      Menyalin dan Mencetak Kitab Tarajumah
Deskripsi Masalah :
Jamaah Rifa’iyah menyebar ke seluruh Indonesia, baik dari kalangan murid maupun keturunan (dzurriyyah) Syekh Ahmad Rifa’ie dari Minahasa (Menado), tidak memahami bahasa Jawa dengan baik sehingga kitab-kitab yang disusun dalam bahasa Jawa menjadi asing bagi mereka. Pertanyaannya, bagaimanakah apabila kitab-kitab tersebut disalin kedalam bahasa Indonesia atau bahasa Melayu atau diberi syarahan dengan bahasa tersebut? Dan bagaimana pula apabila kitab-kitab tersebut dicetak, tidak ditulis tangan, dengan tujuan untuk memperbanyak produksi dan mempercepat penyebaran ke berbagai wilayah?
  
3.      Mendirikan Bank Syari’ah
Deskripsi Masalah :
Pekerjaan Rumah (PR) umat Islam yang cukup merepotkan sejak masa Nabi hingga sekarang adalah berkembangnya orang-orang yang mendua (munafik) dan system ekonomi ribawi. Pasalnya dahulu ketika orang-orang munafik akan ditindak tegas oleh Umar bin Khattab, Nabi SAW melarangnya. Sedangkan masalah riba baru dibatalkan ketika Nabi SAW menjalankan haji wada, 81 hari sebelum Nabi wafat. Artinya, system ekonomi ribawi yang sudah berurat berakar di masyarakat itu baru dilarang pada saat risalah hendak berakhir, sehingga mungkin pemberantasan riba di masyarakat belum tuntas, terutama di kalangan kaum Yahudi. Sekarang timbul kesadaran kaum muslim ingin membangun sistem perekonomian yang berbasis syari’ah, non ribawi, baik dalam lembaga keuangan (per-bank-an) maupun dalam transaksi bisnis (muamalah). Pertanyaannya, bagaimanakah hukum mendirikan bank syari’ah, dan produk apa saja yang boleh atau halal menurut  syariat?




4.      Menambah Keuntungan dalam Jual-Beli Kredit
Deskripsi Masalah :
Budaya masyarakat pragmatis lebih suka berhutang dari pada menabung. Dasar pertimbangannya sangat sederhana, yaitu : apabila menabung hari ini, nilai uang tabungan dalam beberapa tahun ke depan sudah jauh berkurang. Oleh karena itu lebih baik memilih utang, baik utang barang ataupun utang uang dengan pembayaran akan dicicil setiap bulan selama beberapa tahun sesuai dengan kemampuannya. Ketika kedua belah pihak melakukan transaksi jual beli kridit, keduanya telah mengetahui perbedaan harga barang (margin) antara yang kontan dengan yang kridit, misalnya 10%. Atau, apabila yang dibutuhkan adalah uang, bukan barang, maka transaksi tetap dilakukan dengan berpedoman pada harga barang. Misalnya pihak kesatu (yang berpiutang) memiliki sebuah mobil atau sebuah motor menjualnya kepada pihak kedua (yang berhutang) dengan harga tertentu, kemudian setelah serah terima mobil atau motor tersebut dijual kembali oleh pihak kedua kepada pihak kesatu dengan harga lebih rendah, misalnya rugi 10%. Pertanyaannya, bagaimanakah hukumnya transaksi jual beli tersebut?

5.      Jual Beli Surat Berharga
Yang dimaksud surat berharga ialah saham (modal perusahaan), surat simpanan di koperasi, tabungan, giro, dan surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Banyak terjadi di masyarakat apabila pemilik saham, surat simpanan di koperasi, tabungan, giro, struk gaji, gaji pensiunan dan atau surat tagihan lainnya membutuhkan uang kontan secara mendadak, maka ia menjual kertas berharga tersebut kepada orang lain dengan harga yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan apabila kertas berharga tersebut dicairkan pada waktunya, misalnya selisih 10% atau 15% tergantung lamanya waktu tunggu. Pertanyaannya, bagaimanakah hukumnya jual beli tersebut?

6.      Jual Gadai (Rohn)
Deskripsi Masalah :
Masyarakat muslim yang taat umumnya tidak mau berhubungan dengan bank walaupun mereka membutuhkan uang, karena mereka takut makan riba. Akan tetapi masalahnya, mereka mau menjual gadai atau menggadaikan barang, seperti kendaraan, tanah perkebunan dan tanah pertanian untuk memperoleh pinjaman uang. Mereka menerima sejumlah uang yang dibutuhkan sebagai utang dan menyerahkan barang, kendaraan, tanah perkebunan dan pertaniannya untuk digunakan atau digarap selama utangnya belum dibayar. Pertanyaannya, sahkah transaksi atau akad tersebut, dan halalkah menggunakan barang-barang gadaiannya?

7.      Zakat Sawah Sewaan
Deskripsi Masalah :
Kasusnya terjadi pada seorang petani di suatu desa yang memiliki tanah pertanian seluas 100 hektar. Ia tidak pernah menggarap sendiri sawahnya, melainkan disewakan. Dari hasil sewaannya itu setiap tahun ia memperoleh uang tidak kurang dari 800 juta rupiah. Pertanyaannya, wajibkah ia membayar zakat, dan berapa kadar zakatnya? Pertanyaan berikutnya, apakah penyewa yang menggarap sawah juga wajib membayar zakat, dan berapa kadar zakatnya, padahal ia sudah mengeluarkan biaya besar untuk membayar sewanya dan membayar ongkos mengolah tanahnya?

8.      Uang Muka (Bai’ al-‘Urbun)
Deskripsi Masalah :
Dalam praktek jual-beli sekarang, apabila pihak penjual dan pihak pembeli telah menyetujui harga penawaran suatu barang, maka mereka melakukan transaksi (akad) jual beli dengan membayar sejumlah uang muka (‘urbun) kepada pihak penjual disertai perjanjian bahwa dalam beberapa bulan akan dilunasi semua. Apabila pihak pembeli sampai dengan batas waktu tersebut tidak dapat melunasi sisanya, maka uang mukanya tidak dapat dikembalikan, dianggap hangus. Pertanyaannya, bagaimanakah hukum melakukan perjanjian jual beli dengan uang muka tersebut?

9.      Sumbangan Hajatan
Dalam kehidupan bermasyarakat berlaku sebuah tradisi, apabila salah seorang dari anggota masyarakat mempunyai hajat, maka mereka beramai-ramai memberikan sumbangan, baik berupa uang maupun barang. Dilihat dari satu sisi, sumbangan tersebut merupakan amal social dari masyarakat, tetapi dilihat dari sisi lain, apabila kelak pihak yang menyumbang mempunyai hajat yang sama, kemudian pihak yang menerima sumbangan tersebut berhalangan hadir, baik karena bepergian atau karena kepapaan, maka ketidak hadirannya itu dipertanyakan oleh tuan hajat. Pertanyaannya, apakah sumbangan tersebut wajib dikembalikan karena termasuk hutang yang harus dibayar, atau tidak wajib dibayar karena tidak ada ujab kabul?

10.  Nyolati Orang Jahat
Deskripsi Masalah :
Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang kyai dihadapkan pada persoalan yang rumit. Kasusnya terjadi pada seseorang yang sepanjang hidupnya diketahui tidak pernah shalat, tidak pernah puasa, dan suka mabuk-mabuk, kemudian dia meninggal dunia dalam melakukan suatu kejahatan (maksiat), seperti sedang mencuri mobil, mencuri motor, dan sedang meminum minuman keras hingga mati, atau menjambret kemudian tertangkap basah dan mati dihakimi massa. Setelah mati keluarganya meminta agar kyai menyalatkan dan mentahlilkan selama 7 hari, 40 hari dan seterusnya. Pertanyaannya, bagaimanakah hukum nyolati dan mendoakan orang jahat tersebut?

11.  Memberi Uang untuk Memperoleh Hak Terdahulu dalam Ibadah
Deskripsi Masalah :
Persoalan dana talangan haji yang jelas-jelas menghambat dan menghalangi kepergian orang yang sesungguhnya sudah wajib dan sudah istithaah untuk menunaikan ibadah haji, belum selesai dibahas oleh para kyai, sekarang timbul persoalan baru dengan munculnya beberapa orang calon jamaah yang ingin menyalip antrian haji yang panjang (waitinglist) dengan cara memberi sejumlah uang untuk mempercepat keberangkatan ibadah hajinya. Pertanyaannya, bagaimanakah hukumnya apabila menyalip antrian haji yang panjang dengan cara-cara tersebut?

12.  Menerima Saweran Tetapi Tidak Memilih
Deskripsi Masalah :
Ketika pilihan kuwu (pilwu), pilihan bupati (pilbup), pilihan gubernur (pilgub) dan pilihan presiden (pilpres) atau pilihan legislative (pileg), masyarakat banyak yang menerima saweran (pemberian) dari masing-masing calon. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apabila mereka menerima saweran dari semua calon, tetapi hanya memilih salah satunya, atau bahkan tida memilih sama sekali. Pertanyaannya, halalkah menerima uang saweran tersebut? Dan bagaimanakah seandainya masyarakat hanya menerima sawerannya, tetap tidak memilih orangnya?





 



R A L A T  :

DIBERITAHUKAN DENGAN HORMAT, KEPADA WARGA RIFA’IYAH DI SELURUH INDONESIA, BAHWA MUKTAMAR RIFA’IYAH VIII DI KABUPATEN PEKALONGAN AKAN DILAKSANAKAN PADA TANGGAL 4-7 MUHARAM 1435 H / 8-11 NOPEMBER 2013 MOO. PEMBUKAAN DILAKSANAKAN HARI SABTU TANGGAL 9 NOPEMBER 2013 PUKUL 09.00-12.00. CECK IN PESERTA HARI JUM’AT TANGGAL 8 NOPEMBER 2013 PUKUL 13.00 S/D 18.00. PESERTA DARI JAWA DIHARAPKAN MASUK KE LOKASI (PONPES AS-SAMI’ANI SRINAHAN KESESI) MELALUI WIRADESA, DAN PESERTA DARI LUAR JAWA DIHARAPKAN MASUK DARI BANDARA AHMAD YANI SEMARANG. DEMIKIAN HARAP MAKLUM.

PP RIFA’IYAH          
TTD.                             
H. ALI NAHRI