Sunday, October 30, 2016

RIFA'IYAH




Rifa'iyah
Dr. H. Mukhlisin Muzarie, M.Ag

R I F A I Y A H
Oleh : Dr. H. Mukhlisin Muzarie, M.Ag

Tokoh Sentral Rifa’iyah
Tokoh sentral Rifaiyah, Syekh Ahmad Rifa’ie,  adalah
cucu KH Abu Suja atau Raden Sutjowidjojo, seorang Penghulu Landrat Kabupaten Kendal berasal dari keratin Yogyakarta. Beliau dilahirkan di Kendal pada tanggal 9 Muharrom 1200 H (1786 M), ayahnya bernama KH Muhammad Marhum dan ibunya bernama Siti Rochmah. Ketika berusia 6 tahun ayahnya Muhammad Marhum meninggal dunia, beliau diasuh oleh kakeknya KH Abu Suja, dua tahun berikutnya kakeknya meninggal lagi hingga tinggal bersama kakak perempuannya bernama Nyai Rajiyah, isteri KH Asy’ari, seorang pendiri pesantren Kaliwungu. Di tempat inilah Ahmad Rifai belajar ilmu hingga menjadi ulama muda yang energik.

Gurunya di Tanah Jawa
Di tanah Jawa Syekh Ahmad Rifa’ie berguru pada kakak iparnya yaitu KH Asy’ari. Beliau seorang ulama Dalem Keraton Mataram Yogyakarta, dilahirkan di Wanantara Jogja pada tahun 1746. Nama lengkapnya Asy’ari bin Ismail bin H Abdurrahman bin Ibrahim. Silsilah nasabnya sampai kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib dan kepada Rasulullah SAW. KH Asy’ari lebih dikenal dengan nama Kyai Guru, beliau datang ke Kaliwungu pada tahun 1781 atas perintah Sultan Mataram Islam Yogya setelah mendalami ilmu di Mekah selama 10 tahun. KH Asy’ari bersahabat dengan KH Abu Sudja yang menjabat Penghulu landrat di Kendal dan kenal dengan KH Muhammad Marhum serta saudara-saudara KH Ahmad Rifa’ie. Pada tahun 1786 ketika usianya 40 tahun KH Asy’ari menikah dengan Nyai Radjiyah putri KH Muhammad Marhum. Beliau inilah kelak yang mendidik Syekh Ahmad Rifa’ie menjadi ulama muda yang terkenal wara, cerdas, tegas, kreatif dan berani. Syaekh Ahmad Rifa’ie berada dalam asuhan Syekh Asy’ari sejak usia 8 tahun, yaitu sejak KH Abu Suja meninggal pada tahun 1794 M hingga meneruskan pelajaran ke Mekah pada tahun 1230H atau 1816 M.
Gurunya di Tanah Arab
Seperti disebutkan di atas, sekitar tahun 1230H/1816M Kyai Muda Ahmad Rifa’ie berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim di sana untuk memperdalam ilmu agama Islam selama 8 tahun. Di tempat itu beliau berguru pada ulama-ulama madzhab Syafi’ie dan madshab Hanbali. Diantara gurunya yang bermadzhab Syafi’ie ialah Isa al-Barawie, nama lengkapnya Isa bin Ahmad bin Isa bin Muhammad Az-Zubairie Asy-Syafi’ie Al-Qahiri Al-Azharie. Sedangkan gurunya yang bermadzhab Hambali ialah Syekh Faqih Muhammad bin Abdul Aziz al-Jaishi. Menurut KH Ahmad Sadzirin Amin, Syekh Ahmad Rifa’ie setelah dari Mekah meneruskan pelajarannya ke Mesir selama 12 tahun, kemudian kembali mengajar di pesantren kakak iparnya di Kaliwungu Kabupaten Kendal Jawa Tengah.
Mendirikan Pesantren Kalisalak
Selanjutnya Syekh Ahmad Rifa’ie mendirikan pesantren di Kalisalak untuk mengajarkan membaca Al-Qur’an dan pokok-pokok agama Islam kepada masyarakat. Pada awalnya pesantren ini hanya dikunjungi santri dari daerah sekitar, kemudian berkembang luas, para santri datang dari berbagai peloksok tanah Jawa, termasuk dari tanah Pasundan (Jawa Barat). Murid pertama yang dapat dicatat sebagai penerus perjuangan dakwah dan pendidikannya sebanyak 50 orang. Murid-murid tersebut berasal dari Kendal, dari Semarang, Batang, Pekalongan, Wonosobo dan lain-lainnya. Mereka inilah generasi pertama yang menyebarkan Islam ke berbagai pelosok tanah air, termasuk ke tanah pasundan (Jawa Barat), kemudian diteruskan oleh murid-murid generasi kedua, generasi ketiga, keempat dan kalima. Sekarang santrinya menyebar hingga meliputi Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Riau Kepulauan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Papua. Dan dari dzuriyah (keturunan) Syekh Ahmad Rifa’ie dari kampung Jawa Tondano Kabupaten Minahasa tersebar di daerah Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan lainnya.
Karya-Karya & Perjuangannya
Syekh Ahmad Rifa’ie adalah ulama Jawa abad ke-19 M/13 H yang produktif. Karya-karyanya berbahasa Jawa yang dikenal dengan kitab Tarajumah lebih dari 69 judul kitab. Syekh Ahmad Rifa’ie melalui kitab-kitabnya itu banyak memberikan protes terhadap pemerintah colonial Belanda dan kritik terhadap ulama birokrat yang mau bekerjasama dengan penguasa kafir dan dzalim. Kata-kata raja kafir, raja dzalim, orang munafik, dan fasik selalu dilontarkan untuk menyebut birokrat yang pro penjajah dan menindas rakyat. Dengan aksinya ini Syekh Ahmad Rifa’ie dianggap telah menghasut rakyat melawan pememrintah. Di sisi lain aksinya itu menimbulkan kebencian di kalangan birokrat yang dituduh fasik karena bekerja untuk membantu kepentingan kaum penjajah.
Syekh Ahmad Rifa’ie memiliki pendiran yang kuat untuk menentang kaum penjajah yang bercokol di Tanah Air. Di sampan itu beliau mengecam kaum pribumi yang mau mengabdi kepada raja kafir. Kebencian tersebut disampaikan dalam berbagai kesempatan dakwah kelliling daerah sekitar Kendal, Batang, Pekalongan, Temanggung dan Wonosobo. Pendirian demikian telah dimulai sejak muda hingga beliau kembali dari Timur Tengah dan mengajar di Pesantren kakak iparnya di Kaliwungu. Akibatnya beliau diasingkan ke Kalisalak, sebuah kampung yang jauh dari kota, termasuk Kabupaten Batang Karesidenan Pekalongan. Di sanalah Syekh Ahmad Rifa’ie membangun sebuah pesantren untuk mengajar mengaji dan menyusun karya-karya yang menjadi pedoman pengajarannya.
Namun karena karya-karyanya dinilai menghasut rakyat untuk menentang pemerintah, maka setelah melalui proses peradilan di Kabupaten Batang, pada tahun 1859 beliau diasingkan ke Ambon, kemudian pada tahun 1861 dipindahkan ke Minahasa hingga wafat tahun 1875. Beliau dimakamkan di komplek pemakaman Kyai Modjo, berdekatan dengan makam Kyai Hasan Maulani asal dari Kabupaten Kuningan Cirebon. Syekh Ahmad Rifa’ie yang gigih menentang pemerintah colonial Belanda pada tahun 2004 dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudohyono.
Organisasi Rifaiyah
Organisasi Rifaiyah dengan tokoh sentral Syekh Ahmad Rifa’ie, secara the pacto telah ada semenjak Syekh Ahmad Rifa’ie membangun pesantren di Kalisalak pada tahun 1950-an. Akan tetapi secara resmi menjadi ormas Islam baru berdiri tahun 1991, yaitu setelah dideklarasikan oleh ulama dan cendekiawan Rifaiyah dalam Silaturahmi Nasional Pertama yang dilaksanakan di komplek Pondok Pesantren Al-Ishlah Arjawinangun Kabupaten Cirebon. Sebelumnya, pada tahun 1965 telah berdiri lembaga berbadan hukum, yaitu Yayasan Pendidikan Islam Rifaiyah (Yasrif) di Kabupaten Pemalang, yang disusul dengan berdirinya cabang-cabang di Kabupaten/Kota, terutama di Wilayah Jawa Tengah.
Latar Belakang Berdirinya Organisasi
Organisasi Rifaiyah lahir terinspirasi hasil Seminar Nasional “Mengungkap Pembaharuan Islam Abad XIX Gerakan Kiyai Haji Ahmad Rifa’ie, kesinambungan dan perubahannya” yang diselenggarakan di Balai Kajian Sejarah Yogyakarta tanggal 12–13 Desember 1990 dan semangat Festival Istiqlal 1991 di Jakarta. Seminar Nasional di Yogyakarta dihadiri nara sumber dari pakar sejarah Nasional dan Budayawan, antara lain Prof. Sartono Kartodirdjo, Dr. Kuntowidjojo, Drs. Tasyhadi (Kepala Balai Kajian Sejarah Yogyakarta), Adabi Darban, MA, Dr. Simuh (Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), dan lain-lain. Nara sumber internal Drs. Mukhlisin Muzarie, Drs. Mursidin Romli dan Chaeruddin Hasbullah. Seminar selama 2 (dua) hari dihadiri 200 orang peserta dari ormas Islam, Perguruan Tinggi dan Ulama Pondok Pesantren. Keputusan penting dari seminar tersebut menyimpulkan bahwa ilmu ushul, ilmu fikih dan ilmu tasawuf yang diajarkan oleh Syekh Ahmad Rifa’ie sesuai dengan faham Ahlussunnah Waljamaah. Dan seminar merekomendasikan warga Rifa’iyah agar mendirikan organisasi sebagai wadah perjuangan dan mengusulkan Syekh Ahmad Rifa’ie dianugerahi Pahlawan Nasional oleh Pemerintah. Sedangkan Festival Istiqlal di Jakarta warga Rifaiyah menampilkan berbagai karya Syekh Ahmad Rifa’ie dan kebudayaan Jawa (Terbang). Warga Rifaiyah turut membuka stand selama 5 (lima) hari dengan membagi-bagikan brosur tentang gerakan Syekh Ahmad Rifa’ie kepada para pengunjung. Stand Rifaiyah setiap hari mendapat kunjungan beribu-ribu orang dari dalam dan dari luar negeri sehingga karya-karya Syekh Ahmad Rifa’ie dikenal oleh masyarakat luas. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menginspirasi berdirinya organisasi Rifaiyah sebagai wadah perjuangan untuk melestarikan dakwah dan pendidikan Syekh Ahmad Rifa’ie.
Kepengurusan PP Rifa’iyah
Kepengurusan periode pertama (1991-1997) dipimpin oleh KH. Muhammad Saud Al-Arba’ie sebagai Ketua Umum dan KH Ahmad Sadzirin Amin sebagai Sekretaris Jenderal. Periode kedua dan ketiga (1997-2004 & 2004-2008) dipimpin oleh Ketua Dewan Syuro KH Munawir Ridhwan dan Sekretaris Dewan Syuro Prof. Dr. KH. Abdul Jamil, MA, Ketua Umum KH Ahmad Sadzirin Amin dan Sekretaris Jenderal H. Mukhlisin Muzarie. Dan periode keempat (2008-2013) dipimpin oleh Ketua Dewan Syuro KH Ahmad Sadzirin Amin dan Sekretaris Dewan Syuro Prof. Dr. KH Abdul Jamil, MA, Ketua Umum Dr. H. Mukhlisin Muzarie, M.Ag dan Sekretaris Jendelal H. Imam Ghozaly, S.Ag. Namun karena KH Ahmad Sadzirin Amin wafat dan Prof. Dr. KH Abdul Jamil, MA pindah tugas. semula menjabat Rektor IAIN Walisongo Semarang kemudian menjabat Kepala Litbang Agama (kemudian menjabat Direktur Jenderal Bimas Islam, kemudian menjabat Direktur Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji) Kementerian Agama di Jakarta, maka berdasarkan hasil Muspim tahun 2011 yang membahas pergantian antar waktu, jabatan Ketua Dewan Syuro ialah KH Muhammad Amin Ridho dan Sekretaris Dewan Syuro H. Nurzuhad, SE. Selanjutnya berdasarkan hasil Muktamar VIII tahun 2013 di Kabupaten Pekalongan, Ketua Dewan Syuro terpilih KH Muhammad Amin Ridho dan sekretaris Dewan Syuro K. Ma’ruf Sabrawi, Ketua Umum terpilih Dr. H. Mukhlisin Muzarie, M.Ag dan sekretaris Jenderal H. Imam Ghozali.
Wilayah Binaan
Wilayah binaan Pimpinan Pusat Rifa’iyah sekarang meliputi 24 propinsi, yaitu propinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Banten, Jawa Timur, Bali, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Bangka Belitung, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau (Kepri), Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Termasuk daerah Kabupaten/Kota yang telah terbentuk.
Problem Sekretariat
Pimpinan Pusat Rifaiyah hingga saat ini belum memiliki kantor yang representative. Semenjak dideklarasikan di Cirebon tahun 1991 hingga Muktamar ke8 Tahun 2013 di Kabupaten Pekalongan sesuai Anggaran Dasarnya bahwa Organisasi Rifaiyah berkedudukan di Batang Jawa Tengah. Sejak saat itu hingga sekarang Kantor Pimpinan Pusat menggunakan rumah seorang Pengurus Pusat, KH Ali Nahri, beralamat di Jl. Perintis Kemerdekaan Nomor 17 Karanganyar Batang Propinsi Jawa Tengah.
Pada tahun 2011 berhasil membebaskan tanah seluas 600 m2 di pusat Kota Pekalongan tetapi hingga sekarang belum dapat membangun. Tahun sebelumya berusaha membeli gedung KOPTI di kota Batang, tetapi akhirnya dialihkan ke pihak lain. Sebagai Kantor Sementara di Ibu Kota, PP Rifaiyah beralamat di Komplek Masjid Baiturrahman Cempaka Putih Jakarta Pusat.   
Penutup
Demikian sekilas tentang Rifaiyah, mudah-mudahan mendapat perhatian semua pihak, baik dermawan yang berkenan memberikan infak atau wakaf maupuan pihak pemerintah cq Kementerian Agama yang selalu membina ormas Islam, agar Rifaiyah eksis sebagaimana halnya ormas Islam yang lain.



















 






















 





















No comments:

Post a Comment